Kamis, 10 November 2016

40 Tahun Hidup di Pedalaman Begini Nasib Daeng Abu Sekarang

"40 Tahun Hidup di Pedalaman Begini Nasib Daeng Abu Sekarang Lagi-lagi kekhasan suku di Indonesia menarik perhatian media asing. Seperi ditulis dari BBC, yang terasa takjub dengan kehidupan Daeng Abu yang menggunakan 40 th. hidupnya di satu pulau terpencil. Serta yang lebih mengherankannya lagi, ia mengakui hidup bahagia.

Waktu Daeng Abu menyongsong kehadiran tim BBC yang datang ke Pulau Cengkeh, satu pulau berpasir putih di terlepas pantai Sulawesi, tampak gigi ompongnya saat tertawa lebar. Gusi tanpa ada gigi tampak menganga dengan mata yang menyipit waktu ia tertawa senang. Sedang tangan penuh kusta mengulurkan pelukan hangat.

Photo Credit :  Theodora Sutcliffe

Daeng Abu serta istrinya, Daeng Maida sudah tinggal sendirian di Pulau Cengkeh mulai sejak th. 1972. Dari umur pernikahan mereka yang dulunya dikerjakan di dekat Pulau Pala, Daeng Abu memprediksi saat ini mereka sudah berumur 80-an. Serta ia terasa lebih tua sekitaran 20 tahunan dari Maida.

Sembari menceritakan, Daeng Abu mengingat-ingat bagaimana mereka dapat tinggal disini. Hal semacam itu berawal waktu pamannya menembak ke hawa tiga kali. Tempat jatuhnya peluru jadi penentu di mana ia mesti tinggal. Lalu ia jalan ke tempat tinggal keluarganya, serta bangun satu gubuk dari bambu beratap daun kelapa, lantas kehidupan pernikahan resmi diawali.

Tanpa ada diakui, keduanya sudah menggunakan saat menyelamatkan penyu serta mengulas sianida atau dinamit yang sudah menghancurkan terumbu karang. Diluar itu, Abu juga bebas menyelam sampai kedalaman 25 mtr. untuk mencari kerang raksasa serta abalone. Atau menggunakan saat sepanjang satu minggu untuk memacing di sekitaran pulau.

Sedang Maida menantinya dirumah sambil memasak serta menenun. Musim selalu bertukar, bikin mereka kadang-kadang dapat nikmati lezatnya ikan, tetapi di lain kali cuma ada beras yang ada.

Hal semacam itu bikin lima dari enam anak yang dilahirkan Maida wafat sakit gemetaran sebelumnya genap berumur setahun. Cuma Sakka, hanya satu anak yang bertahan. Abu mengerti kalau ada suatu hal yg tidak beres pada perubahan Sakka. Hingga dalam malam yang gelap gulita, ia mengambil keputusan pergi mendayung ke kota Makassar serta berlayar sepanjang 12 jam.

Sedang sekarang ini, ada satu goresan panjang menghitam dibawah lengannya. Goresan panjang itu juga tampak dibagian pahanya. Maida cuma menangis waktu Abu menyebutkan kalau ia menanggung derita kusta hingga tak dapat lagi menangkap ikan atau menyelam.

Th. bertukar, sampai pada th. 1972 pemerintah setempat memohon relawan untuk menyelamatkan kehidupan penyu di Pulau Cengkeh. Walau cuma mengonsumsi saat satu jam saja dari Pulau Pala, tidak ada satu juga yang bersedia untuk datang ke Pulau Cengkeh.

Di dalam kesedihannya, Daeng Abu terasa kalau pulau ini jadi tempat yang paling prima untuk mengasingkan diri dari penyakit kusta yang dideritanya. Untuk menyambung hidup, mereka bekerja menetaskan penyu dengan imbalan dari pemerintah.

Waktu sebagian orang datang ke Pulau Cengkeh serta mengerti begitu menyedihkan kehidupan mereka, semua menangis. Mereka menyampaikan, kenapa mengasingkan diri ke pulau seperti seseorang penjahat saja.

Photo Credit :  Manfred Bail/Alamy

Sampai kini, Suku Bugis banyak yang menguburkan orang mati di pulau-pulau tidak berpenghuni lantaran takut hantu. Begitu halnya Pulau Cengkeh yang dulunya dikatakan sebagai pulau mati. Bahkan juga sampai saat ini isu tentang roh serta beberapa orang yang terbenam masihlah menghantui orang-orang sekitaran.

Tetapi saat ini Abu terasa kalau ia telah pulih dari penyakitnya. Keadaan Pulau Cengkeh telah jauh dari waktu terisolasi dahulu. Abu mengajarkan nelayan supaya tak mengakibatkan kerusakan karang waktu membunuh tangkapan. Terkadang ia juga kerap melaporkan pembom ikan pada polisi.

Walau tingkat buta huruf masihlah tinggi, namun sebagian pulau sudah menebarkan pesan micro-activisme. Serta saat ini karang-karang di Pulau Cengkeh kembali murni seperti yang lalu waktu ia mulai menyelam kian lebih 60 th. waktu lalu.

 Foto Credit :  Brandon Cole Kelautan Fotografi/Alamy

(Sumber : BBC Travel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar